Halaman

Kamis, 16 Agustus 2012

New Megapro become Black Jaguar will become Black Mamba

Hari yang ditunggu dateng juga... Perusahaan tempat saya bekerja telah mentransfer sebagian keuntungannya untuk hak-hak karyawannya termasuk saya, tepat di tanggal terakhir bulan Juli. Keesokannya, tanggal 1 Agustus 2012, saya yang sebenarnya sudah merencakan untuk melakukannya di hari Sabtu mendatang, ternyata dengan mendadaknya saya lakukan hari itu juga... Maklum, kayaknya udah gak sabaran. Lagipula, Sabtu dan Minggu ini gw ada acara mudika.

Hal yang ingin saya lakukan itu adalah mengganti velg dan ban motor. Rencana pun sudah dibuat, mulai dari merk velg dan ban, hitung-hitungan harga, sampai toko yang mau disambangi. Toko yang saya dapat secara online terletak di daerah Harmoni dan Meruya. Alamak... jauh sangat ya... Saya secara spontan mengajak Bapak saya dan langsung mengarah ke Jalan Otista, Kampung Melayu. Saya datangi salah satu toko yang saya lihat ada etalase ban. Setelah dealing dengan penjual toko, saya mendapatkan ban depan IRC tipe RX-01 R ukuran 100/80-17, dan ban belakang RX-01 R 130/70-17, dengan total harga 700rb rupiah. Sayangnya velg yang tersedia hanya warna putih, sedangkan yang saya inginkan adalah yang warna orange repsol. Saya hampir termakan rayuan si penjual toko, tapi untungnya pendirian saya tetap teguh... ngomong2 Si Teguh mana ya????

Saya pun berpindah ke toko selanjutnya dengan menenteng ban yang sudah saya beli. Di toko kedua tidak menjual velg untuk motor Honda New Megapro. Saya gak kehilangan harapan, dan berlanjut ke toko berikutnya, dan akhirnya saya temukan Velg merk Chemco warna orange Repsol untuk motor saya. Saya deal dengan harga 1,325 juta rupiah. Lalu saya kebingungan, bagaimana cara memasangnya, sementara Toko-toko di sini hanya menjual saja, sementara ada beberapa orang yang seolah-olah menunggu saya. Saya tanya ke penjual toko, siapa mereka. Ternyata mereka adalah orang-orang yang menawarkan bongkar pasang termasuk bongkar pasang velg. "Kerjaannya sih lumayan", kata penjual Toko. Tapi saya disarankan memasang ban ke velg dengan mesin, bukan dengan tangan, supaya tidak merusak velg. Baru kemudian mengganti dengan roda baru dengan jasa orang-orang itu. Di seberang kebetulan ada jasa untuk memasang ban ke dalam velg dengan menggunakan mesin, tempat itu merupakan dealer ban dunlop, ongkosnya sekitar 25rb per ban.

Setelah mendapat informasi tadi, saya membawa velg dan ban ke tempat itu. Benar ongkosnya 25rb per ban, ditambah 5rb per ban kalo mau diisi dengan gas nitrogen. Prosesnya cukup cepat dan saya bisa melihat langsung cara memasangkan ban ke dalam velg dengan mesin.

Velg dan ban sudah terpasang, lalu saya mencoba menawar jasa bongkar pasang di deket toko tadi. Harga yang mereka patok sebesar 100rb, lalu saya tawar di 80 aja dan mereka pun setuju. Saya sih bisa aja nawar lebih rendah, tapi saya takut kalo pekerjaannya jadi asal-asalan.

Selesai juga pemasangannya, dan selama bongkar pasang ban, saya dan Bapak saya memperhatikan pekerjaan mereka, menjaga keteledoran dan kerapihan pekerjaan mereka. Saya pulang dan ban yang original saya bawa dan saya simpan sebagai spare part cadangan di saat darurat. Hasilnya pun memuaskan, dengan mengganti ban gambot, motor saya keliatan lebih gagah dan ganteng. Check it out.

Ini tampilan awal...


dan ini hasilnya....


Foto di atas sudah dipasang stiker kaca film warna hitam dop di tangki, shroud, dan cover lampu depan dan warna hitam mengkilat di bodi samping dan belakang. Pujian pun banyak dilontarkan dari teman, tapi saya masih mengatakan kalau ini belum sempurna dan masih menunggu ide-ide liar yang siap saya tampung untuk tampilan motor saya ini. Tetapi rencana saya selanjutnya yaitu meningkatkan tenaga motor, dengan cara ganti kanlpot racin custom, CDI, koil, dan lain-lain... pokoknya gak perlu ekstrim lah. O iya, motor saya ini saya beri nama ...... Black Jaguar. Tapi kalo tenaganya udah berhasil saya tingkatkan, nama akan berubah lagi jadi... Black Mamba.

Turing (Motor) Ke Bandung bersama Mudika Paroki St. Thomas

Motor2 Peserta Turing Bandung
Bulan Juli adalah bulan perpisahan, karena sudah beberapa orang 'penting' yang meninggalkan Paroki St. Thomas, termasuk frater Eko yang akan meninggalkan paroki tercinta untuk melanjutkan pendidikan. Frater Yulius Eko Priambodo telah meninggalkan paroki secara resmi pada hari Minggu tanggal 22 Juli yang lalu, tetapi frater Eko masih ada di gereja ini hingga sampai hari Jumat, barulah dia benar-benar pergi ke Bandung. Sebagai bentuk apresiasi dari Mudika dimana frater Eko ini sangat dekat dengan Mudika, kami mengadakan kunjungan Ke Bandung. Awalnya kami sendiri ingin secara langsung mengiringi kepergiannya dengan menggunakan motor, sekalian turing istilahnya. Sayangnya frater Eko telah dijadwalkan untuk pergi di hari Jumat bersama dengan para Romo. Rencana yang telah dibuat tetap dijalankan, dan kami tetap pergi ke Bandung, dan judul acaranya bukan lagi mengiringi frater Eko tetapi berkunjung ke Seminari Tinggi di Bandung. 

Turing motor kali ini diikuti cukup banyak orang, tercatat ada sekitar 12 motor, 6 motor diantaranya berboncengan, serta 2 mobil guna membawa logistik. Total ada sekitar 25 orang yang ikut dan nggak semuanya Mudika, ada orang tua juga, dan yang terpenting Romo Andre yang juga turut serta dalam turing kali ini. Setelah misa Sabtu sore, tanggal 28 Juli, kami berkumpul di halaman Gereja St. Thomas. Persiapan dilakukan seperlunya seperti menempelkan tanda di belakang motor, sehingga ketika di tengah kerumunan atau padatnya lalu lintas, motor kawan dapat dikenali. Rencana semula yang dijadwalkan berangkat paling lama jam 9 malam, ternyata baru berangkat jam 10 malam. Maklum, anak muda. Semua persiapan yang dilakukan serta doa sebagai kekuatan kami, mengawali perjalanan ini.

Rute yang diambil adalah Jalan Raya Bogor, Sentul, Puncak lalu terus sampai ke Bandung. Rute Sentul diambil untuk menghindari kemacetan yang ada di Ciawi, Bogor dan sekitarnya. Mengingat kami jalan jam 10 malam dan tepat di malam minggu, kemungkinan di Ciawi masih padat. Perjalanan berhenti dua kali di antaranya di Pom Bensin Pekapuran (Cimanggis) dan Pertigaan Sentul. Perjalanan tidak mengalami kendala, sampai di daerah Sentul, terjadi masalah dengan motor salah satu teman. Gas motor brebet sehingga jalan menjadi tidak lancar. Kami menunggu hampir 1 jam, dan pada akhirnya sumber masalah sudah diketahui yaitu di busi. Setelah busi diganti, motor bisa berjalan dengan lancar dan perjalanan bisa dilanjutkan kembali.

Perjalanan berlanjut melintas puncak dengan jalan menanjak. Tidak ada kendala yang berarti karena semua menggunakan motor berkapasitas sedang (125 ke atas). Ketika jalan menurun, kami juga cukup berhati-hati dan masing-masing pengendara mencoba untuk tidak egois dan bisa mengendalikan motor dengan baik. Kami berhenti lagi di dekat puncak pass, sekedar untuk menghangatkan badan dengan minum minuman yang hangat. Tak terasa sampailah kami di Padalarang.

Di Padalarang ini kami mulai dikawal oleh mobil Patwal. Dengan dikawal oleh Polisi kami berharap perjalanan bisa lancar dan tidak terhalang apapun apalagi gangguan oleh genk-genk motor Bandung yang iseng dan jahil. Tapi, tampaknya justru dengan dikawal seperti ini malah mengundang perhatian banyak orang. Hal yang tidak kami harapkan terjadi pun terjadi. Perjalanan kami mendapat gangguan dari pengendara motor yang  nekat. Imbasnya, kecelakan menimpa salah satu teman kami. Mirisnya dia jatuh bukan karena disenggol pengendara motor itu melainkan disenggol mobil patwal yang berusaha menghindari pembalap motor liar itu.

Beruntung, luka yang dialami tidak parah tapi kami tetap mengantar teman kami itu ke rumah sakit terdekat. Di sini kami dan teman kami mencoba untuk sabar dan tidak menyalahkan siapa pun, yang sudah terjadi ya terjadilah. Sekitar 1 jam-an kami menunggu pengobatan teman kami, teman kami merasa cukup kuat untuk bisa melanjutkan perjalanan. Perjalanan pun dilanjutkan dan tidak lama kemudian sampailah kami di Seminari Tinggi Paulus Petrus sekitar jam 3 dini hari.